4.11.2008

CINTA TANPA PAMRIH

Secara tidak sengaja aku nonton acara Kick Andy, di mana bintang tamunya adalah seorang "perempuan istimewa" menurut aku. Betapa tidak, Ibet, begitu wanita tersebut dipanggil, dengan bersemangat bercerita dan berkisah tentang sosok laki2 yang jadi suaminya kini. Dari seorang yang tampan, suaminya berubah menjadi "monster" akibat luka bakar yang dideritanya. Wajahnya tidak bisa disebut wajah lagi. Pokoknya serem banget. Tapi bagi Ibet, suaminya, apapun bentuknya, ia nikahi bukan karena wajahnya , tetapi karena kebaikan hati yang dimiliki oleh suaminya. Hebat!

Hatiku tersentuh. Dalam linangan air mata, aku ingat diriku sendiri. Bisakah aku mencintai pasangan hidupku seperti itu? Bagaimana bisa ada orang yang demikian nyata mengungkapkan cintanya tanpa pamrih? Sementara aku seringkali berpamrih dalam mengungkapkan rasa cinta kepada suamiku.

Satu kalimat yang terus kuingat sampai sekarang dari mulut Ibet, "Seandainya Tuhan memberi kesempatan saya lagi, saya tidak akan mengubah pendirian saya. Selamanya saya akan tetap memilih dia sebagai suami saya!" Kalimat itu begitu menggugah nurani tentang perjalanan rumah tanggaku sendiri. Akankah aku bisa mengatakan hal yang sama jika suatu saat nanti suamiku berubah? Sekarang saja sepertinya aku masih belum bisa membuang rasa egois dalam menjalani bahtera rumah tangga ini. Bagaimana aku bisa mencintai pasangan hidupku tanpa pamrih? Sementara perkawinan yang kujalani adalah perkawinan sekali seumur hidup.

Ibet dan kisah cintanya yang unik memberikan satu pelajaran berharga, bahwa cinta saja tidak cukup. Mesti ada kekuatan yang harus diandalkan, untuk menjaga supaya cinta itu tetap utuh. Kalau perlu berkembang menjadi pohon sesawi nan rindang. Dan satu-satunya kekuatan yang harus diandalkan adalah Tuhan sendiri.

Bagiku Tuhan menjadi kekuatan yang harus kuandalkan, pada saat aku menjalani hidup ini. Jika Tuhan tidak menjadi kekuatan, maka pondasi rumah tangga akan mudah goyah. Jika Tuhan tidak ambil bagian di dalamnya, maka kata cinta akan tetap menjadi slogan belaka. Mencintai berarti rela memberi bagi orang yang dicintai. Mencintai berarti siap berkurban untuk orang yang dicintai. Jika aku tidak mengandalkan Tuhan, bagaimana bisa aku mencintai tanpa pamrih? Karena mencintai tanpa pamrih adalah hal tersulit untuk dilakukan jika kita masih berwujud manusia biasa.